Saturday, June 20, 2015

Ramadhan di kampung

Apa yang ada di pikiranmu wahai perantau ketika Ramadhan tiba? Rindu akan kampung halamankah? Jika anda rindu akan kampung halaman maka kita se-nasib, se-fikroh, dan se,se lainnya :D

Jika di hitung-hitung maka tahun 2015 ini adalah tahun ke -8 saya tidak menikmati bulan Ramadhan mulai dari awal Ramadhan hingga masuk idul fitri di kampung halaman saya. Terakhir kali menikmati Ramadhan mulai dari awal yaitu pada tahun 2007 dan hingga kini belum mengulangi menikmati Ramadhan sejak awal Ramadhan.

Masing-masing daerah atau kampung punya tradisi sendiri tentunya ketika Ramadhan tiba, apalagi yang tinggal di desa seperti saya ini. Ada hal-hal unik yang berbeda dengan daerah-daerah atau desa-desa lainnya. Saya tinggal di desa Pas Ipa, yang masuk wilayah kabupaten kepulauan sula, Provinsi Maluku Utara. 

Lewat coretan ini saya coba bercerita sedikit suasana Ramadhan di kampung saya yang membuat saya selalu rindu masa-masa itu.


(Sunset di ujung pulau Mangole, Kepulauan Sula)



Menjelang tiba Ramadhan, banyak aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat. Sebagaimana di desa-desa lain yang saya jumpai juga yaitu membersihkan perkuburan islam, masjid dan berjiarah di kubur. Selain itu, masyarakat juga mempersiapkan hal lainnya contoh penyediaan kayu bakar (pengganti komfor atau gas) untuk selama Ramadhan. ini membuktikan bahwa masyarakat begitu mempersiapkan diri, begitu antusias untuk menyambut bulan suci ramadhan. Tidak hanya itu, di dalam kampung terlihat ramai menjelang tibanya Ramadhan, para petani yang di kebun, para pekerja kayu, anak sekolah yang telah liburan semuanya pada balik di kampung untuk menyambut malam sahur pertama bersama sanak keluarga.

Pada malam 1 Ramadhan ada sebuah tradisi unik, yaitu Totobuang, Totobuang ini dilakukan hanya pada malam 1 Ramadhan dan 1 Syawal. Dimana ada dua orang takmir masjid atau kalau di kampung di kenal dengan badan syarah, memukul tifa dengan irama unik. Sebagai pertanda telah masuk bulan suci Ramadhan.

Suasana menjelang berbuka puasa juga punya cerita sendiri, yaitu saling mengantarkan kue berbuka antar sesama keluarga atau tetangga. Dan kemudian ramai-ramai berdiri di ujung kampung sambil menikmati matahari perlahan-lahan  masuk di perut bumi.

Pada malam-malam Ramadhan, suara tadarusan selalu terdengar di menara masjid. Sama juga dengan di kampung-kampung di Maluku utara atau daerah lain pada umumnya. Tadarusan ini di target 1 malam 3 juz harus selesai di baca sehingga bisa khatam pada malam ke-10 Ramadhan. Dan memasuki malam kesebelas Ramadhan ada acara buka puasa bersama di masjid. Dimana setiap rumah-rumah mengantarkan kue ke masjid untuk dijadikan hidangan buka puasa bersama masyarakat. Nilai silaturahim di dapatkan juga di momen ini. Buka bersama-sama serta khatam Alqur’an ini di targetkan dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu pada malam ke-11 Ramadhan, malam ke-21 Ramadhan, dan malam ke-7 pada Bulan syawal.



(sumber gambar : http://fisardiranggapr.blogspot.com/2013/05/ternate.html )


Keesokkan harinya Idul Fitri atau malam 1 Syawal, masyarakat rame-rame melakukan pawai obor, dengan berjalan sambil bertakbir, bertahmid, bertahlil, sebagai tanda akan tibanya hari kemenangan atau idul fitri. Begitulah suasana Ramadhan di kampung saya. Rindu memang akan suasana itu. moga suatu hari nanti bisa menikmati lagi masa-masa itu. aamiin :) 

Tuesday, June 9, 2015

Anak-Anak Pesisir


Anak-anak pesisir bermain di bibir pantai dengan angin laut sepoi-sepoi  menambah syahdu di saat senja. Ombak pasang surut menghantam batu karang memecah riuh di lautan. Anak-anak pesisir yang ramai di bibir pantai satu persatu mulai kembali kerumahnya masing-masing. Suara adzan telah bergema di menara masjid, pertanda bahwa tongkat hari telah di tangan maghrib. Jalan nampak sepi, yang terlihat hanya orang-orang dengan sarung, kopiah, baju koko berjalan menuju letak suara adzan bergema. Anak-anak pesisir bergandeng dengan tangan ayahnya masing-masing berjalan menuju letak suara adzan bergema.
Maghrib dan Isya pun usai, sepanjang jalan terlihat gelap hanya cahaya bintang dilangit dan sinar lampu kecil dengan sumbu sederhanalah yang membantu menerangi jalan. Disepanjang jalan yang tampak hanya satu dua orang yang lalulang di malam hari dan Kelompok nelayan yang pada sibuk sana-sini untuk mengadu nasib di laut. Angin malam yang menggigil menembus tulang tak mampu melawan semangat nelayan untuk melawan laut. Sepi. Sunyi. Hanya suara Tokek yang bersahut-sahutan. Dan desiran ombak yang pecah di bibir pantai.
Sang surya pun tersenyum indah di minggu pagi. Tidak hanya malam hari yang para nelayan sibuk sana-sini. Siang pun demikian. Anak-anak pesisir pun tak mau ketinggalan ketika hari libur tiba. Berbondong-bondong dengan teman-temannya telah berkumpul di tepi kampung, tepat di depan laut. Dengan sampannya masing-masing untuk siap bertamasya di laut.
Seperti biasanya, tak mesti hari libur. Ketika mentari mulai berpihak ke arah barat. Bibir pantai menjadi teman setia mereka di kala senja menyapa. Suka cita terpancar lewat senyum polos mereka. Seperti di sebuah mall atau fun kids. Begitu bahagianya mereka bermain-main dengan laut. Sampai-sampai burung-burung pun iri dengan keceriaan mereka.
Lihatlah samudra itu, seperti itu Impian mereka, Tak ada batas yang mampu membatasi. Pandagilah batu karang ketika gelombang laut menghantamnya, seperti itulah Semangat mereka untuk menaklukan mimpi-mimpinya, tak sedikitpun mereka goyah meski tantangan dan hambatan datang silih berganti.