Hingga saat ini penyebaran virus corona
atau yang lebih dikenal dengan covid-19 masih terus bertambah sebarannya telah menjangkau
215 Negara, dan berdasarkan data dari worldometers.info
update data kasus virus corona di dunia hingga 5 Juni 2020 jumlah pasien positif telah mencapai 6.698.370
orang dengan jumlah kematian mencapai 393.142 dan pasien sembuh 3.244.574 jiwa. Beberapa negara jumlah kasus positif terus mengalami
penurunan meskipun yang lain masih terus bertambah. Beberapa juga bahkan telah
melonggarkan pembatasan sosial misalnya Korea Selatan. Namun ketika
melonggarkan pembatasan sosial, Korea Selatan kini kembali memberlakukan
pembatasan setelah dilaporkan terdapat lonjakan kasus baru dengan ditemukannya
kluster baru. Lantas sampai kapan covid-19 ini berhenti? Entahlah. Berbagai
prediksi dari ilmuwan pun sudah dipaparkan dengan beragam model statistik
diterapkan terkait kapan pandemi ini berakhir atau kapan puncak dari kasus
covid-19.
Khusus di Indonesia data pasien infeksi
covid-19 terus bertambah yang sebelumnya pertama kali dilaporkan pada 2 Maret
2020 yaitu 2 pasien positif, 2 bulan kemudian mengalami peningkatkan yang
signifikan sebagaimana dilaporkan pada 1 Mei 2020 kasus covid di Indonesia
tercatat 10.551 (covid.go.id). Satu bulan kemudian yang dilaporkan pada tanggal
5 Juni 2020 pasien positif terkonfirmasi 28,818, dengan pasien yang telah dinyatakan
sembuh 8.892 pasien dan meninggal dunia 1.721 (Covid.go.id).
Saat ini beragam macam aspek telah terdampak secara tidak langsung dari pandemi
global ini. Entah dampak positif maupun negatif (Zambrano-Monserrate, dkk.
2020). Karena yang pasti tidak ada sesuatu yang terjadi dimuka bumi tanpa ada
hikmahnya, tergantung kita memandang dari perspektif mana. Di Indonesia dampak
dari covid-19 juga mulai dirasakan. Salah satunya yaitu pada dunia Pendidikan.
Sejak surat edaran yang dikeluarkan Menteri
Pendidikan pada 17 Maret 2020 maka proses belajar dilakukan secara daring.
Namun hal ini tak terlalu masalah bagi siswa atau mahasiswa yang tinggal di daerah
yang akses internet lancar dengan listrik menyala siang malam. Bagaimana dengan
siswa atau mahasiswa yang tinggal di daerah yang akses internetnya tidak ada,
bahkan listriknya belum masuk tentu tidak bisa merasakan proses belajar dari
rumah. Lantas bagaimana tanggapan
netizen di twitter terkait dengan belajar dari rumah jika diamati dari lalu
lintas data drone empirit academy.
Kontroversi Pembelajaran Daring
Suka tidak suka, mau tidak mau pembelajaran
secara daring tetap harus dilaksanakan karena tidak ada solusi lain ditengah
pandemi covid-19 yang masih terus tersebar diberbagai wilayah kita saat ini
sampai ada protocol dari pemerintah terkait belajar secara offline ditengah
pandemi covid-19. Tentu kita ketahui infrastruktur disetiap daerah
berbeda-beda. Tidak semua daerah memiliki akses internet yang cepat, bahkan ada
desa-desa yang hingga saat ini belum bisa mengakses internet, sehingga hal ini
tentu menghambat proses belajar secara daring. Selain itu, kuota untuk akses
internet yang terbilang masih relative mahal di Indonesia. Tak heran jika orang
tua siswa mengadu kepada KPAI bidang Pendidikan pada 13 April lalu terkait
dengan pembelajaran secara daring. Lantas bagaimana kontroversi pembelajaran
secara daring di dunia maya yang ditangkap oleh drone empirit.
Hasil pantauan melalui drone empirit
Berdasarkan pantauan lalu lintas data dari
drone empirit academy, tweet terkait belajar dari rumah hingga 1 Juni
terdapat 17.357 tweet yang lokasinya tersebar diseluruh provinsi di Indonesia.
Dengan analisis sentimen yang didapatkan untuk kategori positif yaitu 8.147,
negative 8.797 dan yang netral 1.413.
Analisis Emosi
dan persepsi publik terhadap Pembelajaran Daring: Diakses 5 Juni 2020 Jam 16.47 WIT
Dari total tweet yang terpantau pada drone
empirit tanggapan positif lebih banyak dibandingkan dengan negatif sejak
pembelajaran secara daring dilaksanakan, meskipun demikian dalam seminggu
terakhir dalam pantaun lalu lintas data dari drone empirit pada tanggal 30 Mei,
dan 4 Juni sentiment negative justru lebih banyak ketimbang positif. Dimana
terdapat 1.799 pernyataan negatif dibandingkan pernyataan positif 1.006 dan
netral 38 tweet pada 30 Mei 2020. Sedangkan pada 4 Juni pernyataan negative
yang di-mentions 826, positif 449 dan netral 82. Dari data seminggu
terakhir tentu kita bisa melihat bagaimana kontrovesi pembelajaran secara
online yang terjadi didunia maya. Berikut adalah data seminggu terakhir respon
dari netizen terkait pembelajaran daring yang himpun dari drone empirit.
Analisis Emosi
dan persepsi publik terhadap Pembelajaran Daring: Diakses 5 Juni 2020 jam 16.47 wit
Kemudian di drone empirit juga kita dapat
mendeteksi emosi pengguna twitter terkait dengan belajar di rumah atau belajar
secara daring. Setidaknya pengguna twitter trust pada belajar dari rumah
paling tinggi yaitu 405 tweet, disusul joy atau gembira 126 dan
marah 108. Data-data ini diakses pada tanggal 5 Juni 2020. Berikut beberapa
tweet dari pengguna yang terpantau.
Analisis Emosi
dan persepsi publik terhadap Pembelajaran Daring: Diakses 5 Juni 2020
Beberapa data yang paparkan diatas tentu
menjadi acuan kita terkait pembelajaran online, meskipun saat ini pemerintah
telah mencoba mengambil opsi new normal, dengan demikian kuliah secara offline
akan kembali dilaksanakan sambil menjalankan protap covid-19. Namun jika proses
pembelajaran secara online masih terus berjalan maka kualitas pembelajaran
tentu meski diperhatikan berdasarkan data yang disampaikan oleh netizen di
twitter.
catatan: artikel ini telah terbit di malut post pada 6 Juni 2020